Wednesday, August 18, 2010

Jalan Lurus walau Kokpit Buta

Pilot Adam Air tak jarang menerbangkan pesawat dengan deretan instrumen di kokpit yang rusak. Ada yang nyasar, yang lain memilih mundur.

Perhatian Kapten Pilot Sutan Solahu-din terhenti saat membaca satu bagian pada catatan yang baru diterimanya. Laporan itu menyebut, Boeing 737-300 yang akan diterbangkannya sejam lagi mengalami kerusakan pada sistem navigasinya. Catatan itu dibolak-balik, tetapi ia tak juga menemukan surat keterangan dari bagian teknik bahwa pesawat layak terbang. Sutan menolak menerbangkan pesawat milik maskapai Adam Air itu dari Jakarta ke Padang. "Tapi saya ditekan pihak owner (pemilik) melalui telepon agar menerbangkan pesawat itu," katanya.

Sutan akhirnya menyerah dan menerbangkan pesawat tanpa alat navigasi itu. Pesawat itu terbang seperti orang berjalan dengan mata tertutup saja. Selama penerbangan ia mengkhawatirkan keselamatan sekitar seratus penumpang yang dibawa-nya. Dia harus memakai insting untuk mencari arah Kota Padang. Untunglah, pengalaman terbang Sutan membuat pesawat tidak nyasar.

Setelah insiden itu, Sutan merasa tidak nyaman dan aman bekerja di maskapai Adam Air. Saat dia berbagi cerita dengan kawan-kawannya sesama pilot, ternyata peristiwa serupa pernah mereka alami. Akhirnya Sutan bersama 16 pilot lainnya memutuskan mengundurkan diri dari Adam Air, Mei 2005.

Ternyata keputusan mundur itu berbuntut panjang. Pihak Adam Air menuding rombongan pilot itu menyalahi kontrak kerja. Perusahaan membawa kasus ini ke pengadilan perdata. Mereka harus membayar semua biaya yang sudah dikeluarkan perusahaan, plus ganti rugi imateriil. Rata-rata setiap pilot harus membayar Rp 3,6 miliar. "Terus terang saya tidak sanggup membayar uang sebesar itu," kata Sutan saat mengadukan nasibnya ke Komisi V DPR, Maret tahun lalu.

Di Bawah Lindungan Kubah

Salat zuhur berjemaah di masjid Pesantren Amanah baru saja rampung. Lazimnya, lebih dari separuh masjid terisi. Namun selama dua pekan terakhir yang hadir hanya dua shaf jemaah. Penghuni sekitar masjid di kawasan Tanah Runtuh, Desa Gebang Rejo, Poso Kota, masih takut pulang sejak ada penyerangan besar-besaran oleh aparat kepolisian pada Senin dua pekan lalu.
Di bawah kubah masjid itu, Tempo menemui Haji Adnan Arsal. Dia sedang duduk-duduk dengan Ilyas Asapa. "Rasanya belum lama mereka bermain bola di lapangan," kata pendiri Pesantren Amanah itu sambil menatap pelataran masjid yang lembap tersiram rintik hujan.

Friday, August 13, 2010

Jati Unggul di Atas Emas

MUNGKINGKAH hutan jati Indonesia yang kian gundul bisa segera hijau? Mimpi itu bisa menjadi kenyataan kalau saja penemuan bibit jati unggul dari hasil kerja sama Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Seameo Biotrop Bogor, serta PT Pupuk Kalimantan Timur dapat didayagunakan secepatnya. Rabu pekan lalu, ketika Hatta Radjasa, Menteri Negara Riset dan Teknologi yang juga Kepala BPPT, mengunjungi Pusat Pe-nelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BPPT di Serpong, Jawa Barat, bibit jati yang bisa berusia produktif sepertiga dari jati biasa itu ditunjukkan oleh tim peneliti tersebut.

Jati lebih cepat produktif itu berasal dari induk jati spesies Tectona yang mempunyai kayu berkualitas kelas satu. Biasanya kayu jati yang banyak tumbuh di sekitar Cepu, Jawa Tengah, ini bisa dipanen dengan diameter 45 sentimeter kalau usianya sudah 30-45 tahun. Namun, jati unggul hasil rekayasa BPPT hanya membutuhkan waktu 15 tahun untuk mencapai kayu bergaris tengah seperti itu. Tanaman unggul ini juga menghasilkan kayu kualitas kelas dua atau kelas tiga atau mendekati kelas induknya.

Jati ala BPPT diperoleh lewat teknik kultur jaringan. Dengan teknik ini, jaringan tumbuh dari sebuah pohon jati induk berusia di atas 80 tahun diambil untuk dibiakkan sebagai kultur utama di media agar-agar. Kebutuhan hidup jaringan itu dipenuhi, dari nutrisi, zat pengatur tumbuh, hormon, antihama, bakteri, hingga antibiotik.

Dari tiap-tiap media lantas diperoleh lima subkultur. Setiap subkultur dikenai perlakuan seperti jaringan induknya, untuk menghasilkan lima subkultur kedua. Begitu seterusnya sampai subkultur keenam. Pembiakan berikutnya tak dilakukan lagi lantaran dikhawatirkan terjadi perubahan sifat genetis yang drastis.

Untuk memperoleh satu subkultur, diperlukan waktu sebulan. Artinya, dari pembiakan selama enam bulan, kultur utama telah menghasilkan 15.625 (dari lima pangkat enam) bibit jati hingga subkultur keenam. Namun, tak semua bibit yang dihasilkan berkualitas bagus. "Kalau bisa mendapat 20 persen saja, itu sudah bisa dikatakan berhasil," ujar Dr. Nadirman Haska dari BPPT.

Dugaan Korupsi; Harga Siluman Buku Matematika



Selasa, 01 Juni 2004 Pengadaan buku pelajaran matematika untuk sekolah dasar berbau korupsi. Harganya jauh di atas harga buku sejenis. BERLATAR belakang fajar yang sedang merekah, deretan angka mengapung di atas perahu yang meluncur di laut nan biru. Sampul buku matematika kelas tiga sekolah dasar ini cukup menarik, apalagi di mata anak-anak. Kerumitan olah angka dalam matematika diusahakan diredam lewat ilustrasi yang memikat. Buku matematika yang dikeluarkan sebuah penerbit di Jakarta tersebut biasa digunakan siswa sekolah dasar di Ibu Kota. Anak-anak di daerah lain bisa saja memakai buku terbitan berbeda. Hanya, isinya mirip. Statusnya pun hampir semuanya sama: telah direkomendasi oleh Departemen Pendidikan Nasional.